Pada bahasan kali ini saya akan menulis tentang “Latar Belakang Mendirikan Pabrik Biosurfaktan” yang merupakan salah satu tugas kuliah saya dulu, saya pernah mendapatkan tugas pada mata kuliah “Rekayasa Produk” dari salah satu dosen saya dan saya berfikir mungkin data yang saya sajikan ini dapat menambah informasi untuk anda, Semoga Bermanfaat 🙂
Seperti yang kita ketahui bahwa Biosurfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface active agent) yang dapat diproduksi secara kimia maupun biokimia, dan mempunyai kemampuan menggabungkan fase yang memiliki derajat polaritas berbeda seperti minyak – air. Sifat ini disebabkan oleh struktur ampifilik yang dimiliki, berarti dalam satu molekul surfaktan mengandung gugus hidrofilik yang bersifat polar dan gugus hidrofobik nonpolar.
Sehingga biosurfaktan dibutuhkan, karena surfaktan digunakan untuk keperluan sehari-hari seperti penggunaan detergen dan sabun, apabila surfaktan yang digunakan bukan berasal dari biosurfaktan maka surfaktan tersebut yang menjadi limbah rumah tangga akan menggendap dan tidak dapat di degradasi atau diuraikan, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan dan memungkinkan masuk kedalam tubuh makluk hidup, sehingga membahayakan kesehatan. Tetapi bila menggunakan biosurfaktan limbah-limbah tersebut akan mudah di degradasi sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
Selain itu yang melatarbelakangi perancangan pabrik biosurfaktan tersebut adalah karena dengan menggunakan biaya rendah dan menghasilkan monoasil gliserol dengan kadar yang tinggi menggunakan bahan baku minyak sawit lebih murah dibandingkan dengan asam oleat.
Monoasil gliserol termasuk dalam kelompok Sugar Fatty Acid Ester (SFAE) yang merupakan bahan surfaktan yang mudah terurai secara biologis (bio-surfaktan), tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, tidak menyebabkan iritasi serta non ionik. Monoasil gliserol dalam bidang kesehatan berguna untuk memecah virus yang terlapisi lemak seperti HIV, herpes, sitomegalovirus, influenza, beberapa bakteri patogen, dan protozoa. Monoasil gliserol bekerja dengan merusak membran plasma bilayer lemak. Penggunaan monoasil gliserol pada produk makanan dan farmasi karena monoasil gliserol memiliki kecenderungan kuat untuk membentuk kompleks yang stabil dengan pati sehingga membentuk emulsi yang homogen dalam minyak.
Keunggulan Biosurfaktan :
- Efek pembersihan yang lebih baik dibandingkan Linear Alkilbenzene Sulfonat (LAS) pada tingkat kesadahn tinggi.
- Lebih mampu mempertahanakan aktifitas enzim.
- Toleransi terhadap ion Ca lebih baik.
- Sifat detergensi yang lebih baik dibandingkan LAS dan C12 AS (Alkohol Sulfat) pada tingkat kesadahan rendah.
- Laju biodegradasi MES serupa dengan AS dan sabun, namun lebih cepat disbanding LAS.
Dalam studi kasus pendirian pabrik biosurfaktan dengan bahan baku minyak sawit. Saya akan menjelaskan bagaimana langkah-langkah untuk menentukan berapa kapasitas pabrik yang harus anda ambil serta faktor-faktor pengambilan keputusan tersebut beserta penjelasannya.
Kapasitas produksi adalah Jumlah produk yang seharusnya di produksi untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Adapun keuntungan dipengaruhi oleh factor eksternal yaitu pangsa pasar yang mungkin diraih dan faktor internal yaitu usaha-usaha pemasaran yang dilakukan serta variable-variable teknis yang berkaitan langsung dengan proses produksi seperti ketersediaan bahan baku beserta biaya-biaya yang terkait dengan proses produksi.
Langkah-langkah dan faktor-faktor menentukan kapasitas produksi :
a. Menentukan bahan baku dan ketersediaan bahan baku serta biaya perolehannya.
Bahan baku adlah tinjuan utama dari proses produksi, ketersediaan bahan baku dan kemudahan memperoleh akan sangat menentukan berapa besar produksi yang mampu dihasilkan. Semakin besar ketersiedian dan kemudahan perolehan akan semakin besar pula produksi yang mampu dihasilkan. Namun demikian kondisi pasar akan tetap ,mengontrol besarnya produksi.
b. Mengetahui kondisi pasar.
Melakukan analisa pasar mengenai penawaran dan permintaan surfaktan yang sudah berada dipasar. Apabila permintaan lebih besar dari penawaran maka masih ada kesempatan untuk memproduksi biosurfaktan yang dapat diserap dipasaran.
c. Mempertimbangkan variable-variable teknis lain
Variable-variable lain yang yang perlu diperhatikan meliputi:
1. Aspek Teknik dan teknologi : Memberikan keuntungan pasar dengan memberikan nilai tambah terhadap produk yang ditawarkan.
2. Aspek Manageman dan Operasional : Untuk mengetahui apakah proses produksi dan implentasinya berjalan sesuai dengan rencana dan anggaran sehingga dapat dinyatakan layak atau tidak.
3. Aspek Finansial : Untuk memperkirankan jumlah dana yang dibutuhkan baik untuk dana tetap atau pun modal dana awal, struktur pembiayaan serta sumber dana modal yang digunakan
d. Mempertimbangkan teknologi proses yang digunakan.
Proses dan nteknologi sangat berpengaruh terhadap kapasitas produksi yang diinginkan. Oleh karena itu penentuan proses sintesa yang tepat akan menentukan kecepatan produksi dakan kapasitas produksi yang kita inginkan. Selain itu teknologi juga saat ini berperan sangat besar dalam menenentukan kecepatan produksi dan efisiensi.
Contoh menentukan kapasitas secara kuantitatif :
Ketersediaan bahan baku
– Produksi CPO (Crude Palm Oil) : 14.252.258 Ton
– Konsumsi : 7.206.009 Ton
– Potensi CPO : 7.046,288 Ton
diperkirakan surfaktan yang dapat diproduksi adalah 80% dari Potensi CPO yaitu sebesar 5.637.303,4 Ton
– Produksi surfaktan : 233.566,08 Ton
– Kebutuhan surfaktan : 301.733,99 Ton
– Potensi CPO : 68.167,90 Ton
Jadi, peluang pasar 68.167,90 Ton/Tahun, 186.761 Ton/hari dan 7.782 Kg/jam.
“Jadi kapasitas produksi yang dapat terserap pasar adalah 7.782 Kg/jam, maka dalam rancangan pabrik ini diasumsikan memiliki kapasitas produksi 2.000 kg/jam”
(Data yang digunakan berdasarkan data Departemen Perindustrian dan Perdagangan tahun 2005).
Dalam menentukan pilihan jalur sintesa proses, kita harus mencari informasi mengenai alternative-alternative proses yang dapat dipilih, baik berdasarkan bahan baku maupun proses produksinya, maka harus dibuatlah studi mengenai hal ini ditinjau dari bahan baku, energy, peralatan, pasar, kompetisi, sifat-sifat produk, bahan baku, tempat pendirian, dan tinjauan lain yang mungkin anda ketahui. Buat secara sistematis dan sederhana namun jelas aspek komparatifnya sehingga dapat diambil keputusan alternative mana yang dapat dipilih, serta untuk memepermudah pengambilan keputusan buatlah table perbandingan dari setiap proses untuk selanjutnya dipilih proses mana yang akan diambil
PEMBANDING | SINTESA 1 | SINTESA 2 |
BAHAN BAKU | CPO (Crude Palm Oil/Minyak Sawit) | FAME (Faty Acid Metil Ester) |
PROSES | ESTERIFIKASI,SULFONASI,NETRALISASI, BLEACHING | SULFONASI,ESTERIFIKASI,NETRALISASI, BLEACHING |
PERALATAN | REAKTOR ESTERIFIKASI DAN SULFONASI | REAKTOR ESTERIFIKASI DAN SULFONASI |
ENERGI | Bahan Bakar dan Listrik | Bahan Bakar dan Listrik |
SIFAT PRODUK | MSDS CPO DAN MES TERLAMPIR | MSDS FAME DAN MES TERLAMPIR |
PASAR | Secara bahan baku CPO masih tersedia di indonesia dan mudah diperoleh karena CPO memang bahan baku primer. Untuk pemasaran produk biosurfaktan masih dapat terserap pasar karena surfaktan merupakan bahan baku dari pembuatan detergen yang merupakan barang kebutuhan rumah tangga sehari-hari | Memproduksi MES (Metyl Ester Sulfonat ) dari FAME cenderung lebih mudah. Namun dalam hal ketersediaan bahan baku dipasar keberadaan dan produksi CPO lebih banyak dibandingkan FAME. Secara hasil produksi MES yang berasal FAME dan CPO memiliki kualitas yang hampir sama dan manfaat yang sama. |
KOMPETISI | Berdasarkan data yang diperoleh dari departemen perdagangan surfaktan MES dari CPO masih sangat mungkin untuk bersaing dengan surfaktan yang selama ini sudah diproduksi yaitu LAS ( Linear Alkykbenzen Sulfonat ) | Kelemahan dari alternative proses ini adalah dari segi bahan baku yang mungkin akan memerlukan biaya yang lebih mahal dibanding CPO dari segi persaingan produk secara garis besar produk MES akan terserap oleh pasar. |
TEMPAT PENDIRIAN | Dalam menentukan lokasi pabrik hal yang harus dipertimbamngkan adalah letak sumber bahan baku, ketersediaan tenaga kerja dan energy pendukung, serta pasar konsumen yang akan menjadi sasaran. Namun demikian tetap mengacu kepada perarturan-peraturan pemerintah yang akan melegalkan posisi dan pendirian pabrik tersebut.Lokasi Pendirian Pabrik : Batam, Lampung, Riau | Dengan bahan baku FAME, lebih mengacu kepada pasar/konsumen.Lokasi Pendirian Pabrik : Tidak diharuskan dekat dengan bahan baku. Pendiriannya dapat di daerah Bogor, Jakarta, Bandung (mendekati pasar/konsumen) |
Pertimbangan asumsi biaya pendirian Pabrik dengan bahan baku CPO :
KOMPONEN | JUMLAH | SUB TOTAL (Rp) |
Lahan (Ha) | 3 | 600.000.000 |
Bangunan (m2) | 15.500 | 25.000.000.000 |
Persiapan (Perizinan& Amdal) | 1.000.000.000 | |
Pekerja sipil dan struktur | 3.000.000.000 | |
Mesin dan peralatan | 50.000.000.000 | |
Modal Kerja | 100.000.000.000 | |
TOTAL | 179.600.000.000 |
Penentuan harga akhir dalam satuan per 1000 Kg surfaktan MES.
Asumsi harga CPO = 3600 RM/ton (1 RM = Rp. 3.000) = Rp.10.800.000
Kapasitas produksi 1 tahun = 5.840 ton
Jadi, harga surfaktan MES adalah Rp 24.500/Kg
Proses pembuatan metal ester sulfonat yang digunakan dibagi dua tahapan yaitu esterfikasi dan sulfonasi. Pada proses esterifikasi, bahan baku yang berasal dari minyak sawit (CPO) diubah menjadi metal ester. Selanjutnya, metal ester tersebutdisulfonasi dengan menggunakan gas SO3 sehingga didapatkan metal ester sulfonat. Namun, metal ester sulfonat yang didapatkan masih dalam bentuk asam (Metil Ester Sulfonat Acid, MESA) yang berwarna gelap. Oleh karena itu, tahapan selanjutnya adalah pemucatan warna atau bleaching dengan menggunakan methanol. Selanjutnya, MESA tersebut dinetralisasi dengan menggunakan abu soda atau NaoH 50%, sehingga didapatkan produk yang tadinya berbentuk cair menjadi dalam bentuk pasta. Untuk mencapai produk akhir yang berbentuk padat, maka MES yang telah dinetralisasi tersebut dikeringkan.
Transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewani merupakan proses paling efektif untuk transformasi molekul trigliserida menjadi molekul ester asam lemak. Transesterifikasi meliputi reaksi antara alcohol dan molekul trigliserida dengan menggunakan katalis asam atau basa. Beberapa variable yang berpengaruh pada proses transesterifikasi yaitu waktu reaksi, suhu reaksi, jenis dan konsentrasi katalis serta rasio molar reaktan.
Pada produksi surfaktan MES, kondisi transesterifikasi dilakukan pada suhu 60oC dengan rasio molar substrat methanol dengan minyak sawit (CPO) adalah 6:1 atau setara dengan 18% methanol (b/b), selama 8 jam dengan laju pengadukan 300rpm. Proses pembuatan metil ester dari CPO ini menghasilkan rendemen sebesar 89%.
Prinsip proses dari transesretifikasi adalah trigliserida dari CPO dereaksikan dengan methanol dengan bantuan katalis basa sehingga terbentuk metil ester dan gliserol.
Pada tahap reaksi tersebut, gliserol akan terpisah di bagian bawah separator sehingga dapat dipisahkan dengan mudah. Ester yang terbentuk selanjutnya dicuci dengan air untuk menghilangkan sisa katalis dan methanol. Agar dapat menghasilkan produk metil ester yang berkualitas baik, maka setelah proses pemurnian, dilanjutkan dengan distilasi fraksionasi untu memilah rantai karbon yang diinginkan yaitu C16-C18. Hasil fraksi yang tidak digunakan adalah 2,4% hal ini berdasarkan hasil karakteristik kimia minyak kelapa sawit, yaitu terdiri atas 2,4% rantai C14H28O2 dan sisanya adalah karbon rantai C16 dan C18.
Tahapan berikutnya adalah sulfonasi dengan menggunakan gas SO3. Prinsip kerjanya adalah merekasikan ester asam lemak dengan gas SO3 sehingga terbentuk alfa-sulfo metil ester. Sulfonasi ini melibatkan penambahan group sulfat pada senyawa organic. Jenis minyak yang disolfonasi adalah minyak yang mengandung ikatan rangkap ataupun group hidroksil pada molekulnya. Di industry, bahan baku minyak yang digunakan adalah minyak berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap, dengan reaksinya Sulfonasi Metil Ester Sulfonat.
Tahapan sulfonasi terdiri atas beberapa bagian yang diantaranya adalah bagian suplai udara, pelelehan sulfur, bagian pembentukan gas SO3, bagian sulfonasi, bagian absorbs gas, bagian pemucatan, bagian netralisasi, bagian pengeringan dan bagian penanganan sisa gas buangan. Terdapat beberapa jenis pilihan proses sulfonasi, yaitu dengan gas SO3, Oleum dan Chlorosulfonic Acid. Dalam pemilihan teknologi proses tersebut terdapat beberapa pertimbangan, yaitu bahan baku yang digunakan, kualitas produk akhir yang diinginkan, kebutuhan kapasitas produksi, biaya reagent, biaya peralatan proses dan biaya penanganan limbah.
Industri surfaktan MES menggunakan teknologi sulfonasi dengan menggunakan gas SO3, alasan dipilihnya teknologi ini adalah proses tersebut dapat berjalan pada skala besar dan secara continue, baik untuk beroperasi 24 jam/hari, 7hari/minggu dan kapasitas terpasang dalam 1 ton. Kapasitas teknologi untuk skala komersil dengan menggunakan teknologi gas SO3 adalah sekitar 250-20.000kg/jam. Selain itu, proses ini menghasilkan nilai rendem paling tinggi yaitu sekitar 90-95%.
Hasil penghitungan dari neraca massa dan neraca energy dapat menentukan perhitungan dalam analisa financial. Hal ini berhubungan dengan banyaknya bahan baku dan enargi yang dibutuhkan untuk proses produksi, sedangkan ukuran dimensi mesin dan peralatan berguna untuk menentukan kebutuhan luasan pada proses produksi. Ringkasan dari kebutuhan bahan baku dan energy dari perhitungan neraca massa dan neraca energy yang dibutuhkan pada analisa financial dibawah ini :
JUMLAH PENGGUNAAN BAHAN BAKU DAN ENERGI PADA PROSES PRODUKSI
KOMPONEN | JUMLAH PENGGUNAAN/JAM | JUMLAH PENGGUNAAN/BULAN |
CPO (Kg) | 2.600 | 1.580.000 |
Metanol (Kg) | 694 | 416.305 |
Hidrogen Peroksida (Kg) | 113 | 67.752 |
NaOH (Kg) | 252 | 151.105 |
Sulfur (Kg) | 448 | 267.431 |
Listrik (kWh) | 259 | 155.166 |
Steam (Kg) | 177 | 106.404 |